Jakarta-RMNews.com: Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) kembali menggelar sidang permohonan prapradilan atas perkara tindak pidana perlindungan konsumen dengan tersangka atas nama King Yuwono dan Supriya Rahardja Yuwono, Jum’at (21/3). Agenda sidang kali ini pemohon menghadirkan Dr. Flora Dianti, SH., MH ahli hukum acara pidana dan Dr. Heny Marlina, SH., MLi ahli hukum Perlindungan Konsumen dari Universitas Indonesia (UI).
Dalam keahliannya Dr. Flora Dianti, SH., MH menilai pada permasalahan tersebut Jaksa peneliti pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) diduga inkosistensi ketika meneliti berkas perkara tindak pidana perlindungan konsumen tersebut.
“semestinya penyidik sudah menentukan sikap sepanjang ada bukti permulaan yang cukup untuk menentukan seseorang menjadi tersangka, yaitu unsur objektif ada perbuatan pidana dan unsur subjektif sudah ada niat jahat.” Katanya dihadapan Hakim Tunggal I Dewa Made B. Watsara.
Menurutnya penetapan tersangka King Yuwono maupun Supriya R Yuwono seharusnya sudah dapat diminta pertanggungjawaban pidana dalam perkara ini, namun kenapa diterbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang dilakukan Penyidik pada Dirrekkrimsus Polda Metro Jaya (PMJ) bersama-sama pihak Kejati DKJ.
“misalnya keuntungannya kurang, pendapatannya cuma sedikit atau korbannya hanya sedikit. Itu bukan unsur-unsur yang dapat menggugurkan peristiwa pidana.” Ujarnya
Lebih lanjut Dosen Fakultas Hukum UI itu juga menjelaskan, perkara dengan King Yiwono sudah masuk tahap penyidikan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu dimintakan lagi penambahan tersangka lainnya sebenarnya sudah ada keyakinan peristiwa pidana oleh JPU dan soal perubahan status King Yuwono yang kala itu berstatus sebagai tersangka dan berubah menjadi saksi, Dr Flora menjelaskan bahwa tidak ada setelah menjadi tersangka kemudian berubah menjadi saksi.
“Sepengetahuan saya setelah menjadi saksi kemudian tersangka dan dari status tersangka menjadi terdakwa. Dan kalaupun bebas nanti ya dipersidangan,” jelasnya.
Menangapi alasan penyidik yang mengatakan bahwa perbuatan King Yuwono berdasarkan hasil penelitian berkas perkara dari Jaksa Peneliti masuk dalam kualifikasi ranah perdata.
“Itu merupakan inkonsistensi penyidik saja. Kalau sejak awal ada peristiwa pidana, barang bukti cukup, penyidik dapat melakukan tindakan upaya paksa yang sifatnya pro yustisia. Nah kalo pro yustisia sudah melanggar hak azasi manusia kalau tidak secara hati-hati dilakukannya,” pungkas Flora.
Sementara itu saksi Ahli hukum Perlindungan Konsumen Dr. Heny Marlina, SH, MLi mengatakan, dalam konteks undang-undang perlindungan konsumen bahwa ketentuan pidananya bukan delik materil maupun delik aduan.
“Jadi tanpa ada aduan dari pihak konsumen dirugikan ketika penyidik mengetahui adanya pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-undang perlindungan konsumen tetap bisa diproses hukum,” jelasnya.
Ia menjelaskan soal sedikitnya jumlah konsumen yang dirugikan bukan menjadi persoalan. “Bahkan jika tidak ada konsumen yang mengadu tetapi mengetahui peristiwa hukum tetap bisa diproses hukum,” katanya.
Sementara itu kuasa hukum Sandi Hakim, Ayatullah R Khomaeni, SH., MH menjelaskan ihwal Jaksa peneliti inkosistensi saat menangani kasus hukum yang dialami kliennya.
“Sebenarnya yang inkosistensi dalam perkara ini adalah Jaksa peneliti, karena kami hanya melaporkan King Yuwono. Tetapi dalam prosesnya itu, Jaksa meminta penyidik menetapkan seorang tersangka lagi yakni Supriya Rahardja Yuwono,” ungkapnya.
Lebih lanjut Ayatullah memaparkan jika melihat analogi hukum apabila penyidik dan Jaksa peneliti sudah yakin ada perbuatan pidana, sehingga meminta ada tersangka lain dan “tiba-tiba” penuntut umum mengatakan bukan tindak pidana dari yang kami laporkan (King Yuwono). Inilah bentuk yang dimaksud inkonsistensi tadi dan pihaknya berencana akan melaporkan pihak yang membuat rumit permasalahan hukum kliennya.
“Kami berencana akan melaporkan balik setelah melihat hasil putusan prapid ini,” pungkasnya.
Seperti diketahui, perkara pidana perlindungan konsumen ini sudah berjalan lebih empat tahun tanpa kepastian hukum meski penyidik dan jaksa peneliti sudah menetapkan tersangka Supriya Rahardja Yuwono dan King Yuwono sejak 28 April 2021.(ips)