Rakyatmerdekanews.com, Halsel – Nama institusi Kepolisian Republik Indonesia kembali menjadi sorotan akibat dugaan ketidakprofesionalan dalam menangani dugaan kasus penganiayaan ringan di Polres Halmahera Selatan (Halsel). Kasus ini melibatkan seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) berinisial AL warga Amasing, Kecamatan Bacan, dan korban Ilfa, warga Desa Kusubibi, Kecamatan Bacan Barat, Halsel, Provinsi Maluku Utara.
Menurut keterangan AL kepada wartawan, insiden tersebut bermula pada 10 Januari 2025 ketika korban Ilfa melakukan siaran langsung di media sosial TikTok melalui akun “SHIELL”. Dalam siaran tersebut, Ilfa diduga mengeluarkan kata-kata tidak pantas yang menyindir anak dari AL, sehingga memicu emosi. Rekaman siaran langsung tersebut kemudian dikirimkan kepada AL, yang keesokan harinya mendatangi rumah Ilfa untuk meminta klarifikasi. Perdebatan antara keduanya berujung pada insiden saling tarik rambut, hingga akhirnya Ilfa mengalami luka di bagian pelipis kiri.
AL menyatakan bahwa dirinya juga menjadi korban dalam kejadian tersebut, karena mengalami sakit di bagian kepala akibat jambakan rambut dari Ilfa. Namun, hanya dirinya yang dilaporkan ke Polres Halsel dan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Satreskrim Polres Halsel. Upaya AL untuk melaporkan balik Ilfa atas tindakan yang sama ditolak oleh pihak kepolisian dengan alasan kadaluarsa.
Penyidikan terhadap kasus ini dinilai tidak adil, karena terdapat indikasi keberpihakan dari salah satu penyidik berinisial Bripka MAM. Dalam proses mediasi yang difasilitasi oleh Polres Halsel, korban Ilfa meminta ganti rugi sebesar Rp50 juta, yang kemudian dinegosiasikan menjadi Rp30 juta. Namun, suami AL hanya mampu membayar Rp5 juta, yang akhirnya ditolak oleh korban. Salah satu penyidik bahkan menyatakan bahwa nilai ganti rugi tidak dapat diturunkan lagi.
Selain itu, AL menduga adanya kedekatan antara Bripka MAM dengan Ilfa, yang berstatus janda dan memiliki usaha warung kopi. Kecurigaan ini semakin diperkuat oleh pengakuan penyidik sendiri yang mengakui sering menerima minuman kopi dari Ilfa. Akibatnya, AL merasa bahwa penyidik bersikap tidak netral dalam menangani kasus ini.
Pada 18 Maret 2025, AL resmi ditahan di Lapas Labuha setelah sel tahanan Polres Halsel penuh. Suaminya telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Kapolres Halsel dengan alasan kemanusiaan, mengingat AL harus menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan serta meninggalkan anak-anaknya tanpa pendampingan. Namun, hingga kini permohonan tersebut belum mendapat tanggapan dari pihak kepolisian.
Kasus ini menuai perhatian publik, terutama terkait dugaan ketidakadilan dalam proses penyidikan serta potensi penyalahgunaan wewenang oleh oknum kepolisian. Pihak keluarga AL berharap ada peninjauan ulang terhadap kasus ini dan perlakuan hukum yang lebih adil bagi semua pihak yang terlibat. (red)