PROFIL  

NEW MODEL DIFFERENTIATION DI ERA DIGITAL

Rakyatmerdekanews.com, Tangsel – Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2023), merilis bahwa Pengguna Internet di Indonesia dari Tahun 2015-2023 mengalami kenaikan pengguna sebanyak 105,43 juta pengguna dengan prosentase sebesar 77,4%.

Kemudian terdapat 9 Provinsi di Indonesia lebih dari 80% menggunakan jejaring internet. Adapun pengguna internet tertinggi ada di Provinsi Banten dengan prosentase 89,10%. Fenomena tersebut memberikan informasi kepada kita bahwa masyarakat Indonesia hampir 80% sudah menggunakan jejaring internet, ini mengindikasikan adanya perubahan perilaku dalam berbagai sektor kehidupan, seperti sektor ekonomi dan bisnis, pendidikan, pemerintahan, pariwisata, pertanian, peternakan, perkebunan, kesehatan, perbangkan, UMKM, dan sektor-sektor lainnya.

Adanya perubahan perilaku masyarakat berdampak pada kompetisi dalam berbagai sendi kehidupan baik kompetisi secara pribadi, institusi maupun dalam industri. Oleh karena itu perlu memeiliki strategi yang diterjemahkan ke dalam taktik. Inti dari taktik adalah differensiasi. Differensiasi merupakan sebuah perbedaan yang unik dan unggul dari pesaing. Di sini tidak asal beda tetapi benar-benar dibutuhkan oleh konsumen.

Hal tersebut seperti yang jelaskan oleh Kotler (2012), bahwa keunggulan kompetitif suatu merek haruslah merupakan sebuah keunggulan pula di mata pelanggan. Muncul pertanyaan, apakah differensiasi di zaman konvensional dengan di zaman digital sama ?. jawabannya jelas berbeda. Perbedaan tersebut diakibatkan oleh adanya dunia baru yaitu dunia maya yang memberikan akses kemudahan seluruh umat manusia berinteraksi sampai pada tataran transaksi.

Sehingga baik konsumen maupun produsen pintar, dan kritis terhadap situasi yang terjadi. Di zaman konvensional interaksi umat manusia dibatasi oleh ruang dan waktu, sehingga differensiasi masih bersifat membabibuta. Di zaman konvensional perusahaan bisa mengobral janji, lewat promosi iklan yang sangat gencar dan viral, perusahaan dapat mencuci otak para calon pelanggan agar percaya dengan keunggulan dan keunikan yang ditawarkan perusahaan.

Masyarakat sebagai calon pelanggan kesulitan untuk mencari kebenarannya karena interaksi terbatas oleh ruang dan waktu.

Differensiasi di zaman sekarang memang berbeda dengan hadirnya era digital, pihak perusahaan akan berhadapan dengan masyarakat Generasi Milenial dan Generasi Z yang super kritis. Generasi tersebut tidak bisa dibohongi dengan iklan atau promosi lainnya karena terkoneksi langsung dengan dunia maya secara online ke seluruh umat manusia dan entitas di dunia.

Oleh karena itu differensiasi di zaman digital sekarang modelnya lebih riil terkodifikasi. Sedangkan kodifikasi itu sendiri merupakan model differensiasi yang isinya sebuah keunggulan yang berbeda, unik, dibutuhkan oleh konsumen tapi benar-benar autentik bukan imitasi yang di akali dan ditutupi oleh promosi iklan yang gencar dan viral.

Di zaman digital konsep dasar yang membentuk differensisasi masih tetap berlaku C2-I. C ke-1 Content, yaitu inti dari tawaran pribadi atau institusi perusahaan. Kemudian C yang ke-2 Context, yaitu bagaimana caranya individu atau perusahaan menawarkan, produknya ke konsumen, dan selanjutnya I adalah Infrastructure yaitu faktor pendukung seperti teknologi dan sumber daya manusia.

Diferensiasi yang terkodifikasi selain bersifat unggul dan dibutuhkan konsumen juga harus autentik. Autentik disini maksudnya merupakan karakteristik asli yang dimiliki pribadi dan produk atau jasa perusahaan, bukan meniru dari pihak lain, sehingga benar-benar menjadi sebuah perbedaan yang unggul dan terpatri pada karakter produk atau pribadi atau jasa perusahaan.

Kemudian muncul pertanyaan bagaimana ke autentikan itu sebenarnya bisa didapatkan oleh pribadi kita, dan juga institusi perusahaan ?. jawabannya ada 2 (dua), cara pertama; autentik alamiah yaitu keunikan yang dimiliki oleh pribadi manusia, atau dimiliki institusi perusahaan sebagai Anugerah Allah SWT, Tuhan Semesta Alam dimiliki dari sejak lahir. misalnya memiliki suara emas.

Kemudian jika itu sebuah institusi perusahaan dapat digali dari potensi sumber daya-sumber daya yang dimiliki perusahaan yang bersifat alamiah. Kemudian cara yang kedua autentik ilmiah, yaitu keunikan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang dapat dibentuk secara terstruktur dan terukur memalui sebuah ritual ilmiah seperti proses pendidikan, pelatihan, aturan ketat penerapan soft skill seperti jujur, disiplin, ulet, kerja keras dan kebiasaan lainnya sehingga membentuk sebuah karakter dan habit yang pada akhirnya melahirkan sebuah nilai-nilai yang melekat pada pribadi manusianya itu sendiri sebagai pribadi yang utuh dan atau pegawai di perusahaan.

Oleh karena itu diferensiasi yang terkodifikasi menekankan pada keunikan yang harus bisa menjadi DNA pribadi, maupun DNA institusi perusahaan, harus benar-benar mengalir dalam diri setiap pribadi dan pegawai perusahaan. DNA yang dimaksud dalam ilmu marketing mengambil model dari salah satu cabang ilmu Biologi yaitu Ilmu Anatomi, bahwa di dalam tubuh manusia ada unsur DNA (deoxyribonucleic acid) yaitu bahan baku gen dan strukturnya merupakan kunci dari cara kerja kode genetik.

Pemodelan DNA di dalam ilmu marketing yaitu bahan baku gen yang akan membangun sebuah karakter dan bersifat genetik, maka soft skill dan aktivitas unik lainnya harus dengan sengaja ditanamkan oleh pribadi maupun institusi perusahaan agar dapat menjadi keunikan yang melekat dan mengikat kuat.

Jika sudah melekat dan mengikat kuat maka akan terbentuk diferensiasi yang terkodifikasi yang memiliki kekuatan untuk bersaing kokoh dan kuat. Hal itu seperti yang disampaikan oleh Kertajaya (2023:44) dalam bukunya berjudul 12 Brand of Indonesoa, Brand Lokal untuk Gen Z, mengatakan bahwa “Jika sebuah produk atau jasa perusahaan memiliki diferensiasi yang kuat, maka kemampuannya untuk bersaing di pasar akan meningkat.

Ada satu hal yang perlu dipahami oleh kita bahwa dalam ilmu marketing penjualan bukanlah satu-satunya tujuan pribadi maupun institusi perusahaan, akan tetapi jauh lebih dalam pribadi atau pihak institusi harus mampu agar produk atau jasa yang ditawarkan benar-benar diterima oleh konsumen sehingga konsumen menjadi puas bahkan berlanjut pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu konsumen yang loyal.

Untuk menuju pada tingkatan konsumen yang loyal, pihak institusi maupun pribadi harus mampu menjual dirinya dengan memiliki diferensiasi yang terkodifikasi secara nyata, jujur, benar, unik dan dibutuhkan konsumen.
Differensisai dapat dimiliki melalui berbagai cara salah satunya melalui proses studi.

Hal ini merupakan salah satu proses untuk membentuk sebuah diferensiasi ilmiah yang terstruktur melalui proses belajar sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing. Harapannya dari proses studi tersebut dapat menhasilkan sebuah pola pikir yang cerdas dan skill yang baik dan mumpuni yang didapatkan melalui sebuah proses pendidikan yang tiada henti atau long life education.

Proses pendidikan itu bisa didapatkan melalui lembaga formal, informal, maupun non formal. Kecerdasan dan kemampuan dari hasil proses pendidikan yang tiada henti menghasilkan sebuah diferensiasi yang unik dan autentik dijadikan senjata untuk melakukan perubahan dalam hidupnya baik secara individu ataupun kelompok entitas perusahaan.

Perubahan disini tentunya adanya kesejahteraan secara ekonomi, laba perusahaan dan kemakmuran pribadi di masyarakat.

Hal itu seperti yang dijelaskan oleh E. Nurzaman (2023:4) dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Sebagai Investasi Kemanusiaan”, menjelaskan bahwa “Diyakini bahwa kecerdasan bangsa merupakan salah satu kunci untuk mencapai kemajuan dalam berbagai hal untuk kesejahteraan hidup masyarakat. Oleh karena itu kecerdasan harus dikembangkan secara optimal melalui proses pendidikan berkelanjutan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan kekinian supaya terjadi transformasi yang berorientasi masa depan”.

Oleh karena itu chang drive bisa dilakukan prosesnya melalui pendidikan yang berkelanjutan untuk menghasilkan kecerdasan yang hakiki yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah keunggulan yang unik dan autentik sesuai bidang ilmunya masing-masing. Dinamika perubahan kehidupan manusia begitu dinamis dan cepat, sehingga mereka yang berhenti untuk belajar mendadak buta tidak bisa membaca situasi dan kondisi lingkungan yang cepat berubah.

Di era Tahun 80-an ke belakang dikenal dengan buta aksara yaitu manusia atau masyarakat banyak yang tidak bisa membaca dan menulis. Di Tahun 80-an tersebut Alvin Toffler seorang futurist, dalam bukunya “The Third Wave” mengatakan bahwa “Tomorrow’s illiterate will not be the man who can’t read; he will be the man who has not learned how to learn” Jadi, pada waktu dia menulis buku tersebut di tahun 80-an, dia sudah mengatakan bahwa definisi orang yang buta aksara di masa yang akan datang, bukanlah orang yang tidak bisa membaca, melainkan orang yang tidak tahu bagaimana caranya belajar.

Karena hanya orang yang memiliki kemampuan untuk terus belajarlah yang akan survive atas perubahan yang arahnya belum diketahui. Prediksi Alvin Tofler di tahun 1980-an tersebut di era digital sekarang ini terbukti nyata, mereka yang memilki kemampuan bagaimana caranya belajar, merekalah yang tetap survive bahkan mampu jadi pemimpin perubahan. Maka perlu adanya belajar yang berkelanjutan melalui penegmbangan Sumber Daya Manusia untuk mengupdate perubahan situasi dan kondisi yang terjadi.

Keunikan dan keautentikan dari hasil proses belajar berkelanjutan manusia mampu menciptakan sebuah teknologi, dipelajari oleh manusia lainnya secara terus-menerus sehingga menghasilkan sebuah terobosan dan inovasi sebagai solusi untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia.

Mereka yang tidak terus untuk belajar dan tidak up to date maka itulah sebuah kekalahan dalam kompetisi baik secara individu pribadi maupun pada institusi dan industri, Oleh karena itu jangan berpuas diri, update lah diri kita masing-masing dengan terus untuk belajar melalui pengembangan diri.

Pengembangan diri untuk menghasilkan diferensisai yang terkodifikasi unik dan autentik bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yang sudah lulus D3 lanjutkan ke S1, yang sudah lulus S1 lanjutkan ke S2, dan yang sudah lulus S2 lanjutkan ke S3. Kemudian pengembangan diri juga bisa dilakukan dengan mengikuti pelatihan sesuai dengan minat dan bidang ilmunya masing-masing, workshop, seminar, kursus, dan proses belajar dan up to date lainnya.

Ketika hari ini kita lulus sarjana strata satu (S1) maka bukanlah akhir dari proses perjalanan, melainkan awal menuju proses perjalanan berikutnya untuk up to date studi lanjut ke jenjang Strata Dua (S2) yang lebih tinggi dan seterusnya. Hal ini sesuai dengan informasi langit yang tertuang di dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat Al Insyirah ayat 7, Allah SWT berfirman “Bahwa apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. Ini sangat jelas Allah SWT, Pemilik Alam Semesta sudah memerintahkan kepada manusia untuk melaksanakan ikhtiar berkelanjutan.

Belajar sepanjang hayat dan up to date untuk terus berinovasi sesuai dengan bidang keahlian dan porsinya masing-masing insya Allah akan menghasilkan insan terpelajar yang cerdas memiliki differensiasi yang terkodifikasi, dan pada akhirnya menjadi insan yang profetik dan professional yang melebihi kecerdasan teknologi.

Profetik adalah insan yang mampu mengimplementasikan pola pikirnya yang reflektif dan spekulatif sampai pada tataran empirik, sedangkan profesional adalah insan yang mampu berkiprah di masyarakat sesuai dengan bidang keahlian, porsi dan posisinya masing-masing. Aamiin Ya Robal’alamin.

Dosen Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Pamulang Kota Tangerang Selatan-Banten

(Udin Ahidin)

 

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *