PROFIL  

Sosok Kadispenad Brigjen TNI Kristomei Sianturi yang Penuh Dengan Kejutan

RMnews, Jakarta. 27 tahun menjadi abdi negara, Brigadir Jenderal TNI H. Kristomei Sianturi, S.Sos., M.Si.(Han) merupakan sosok prajurit TNI AD yang patut diteladani.

Pasalnya, pria lulusan Akmil (akademi militer) tahun 1997 ini, terbilang memiliki karir yang moncer selama menjalankan tugas di tubuh TNI.

Meski baru menginjak usia 48 tahun, namun prajurit militer yang berasal dari kecabangan infanteri ini telah meraih pangkat jenderal bintang satu.

Bahkan, sosok pria kelahiran 6 Mei tahun 1976 ini menjadi Perwira Tinggi (Pati) TNI saat usianya belum genap 48 tahun.

Perwira tinggi (Pati) jenderal bintang satu, Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI H. Kristomei Sianturi saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) sejak 2 Oktober 2023.

Namun dibalik kecemerlangan karirnya selama menjalani kedinasan di institusi militer, ternyata jenderal bintang satu kelahiran Lampung Utara ini mengaku semasa sekolah tidak pernah memiliki keinginan menjadi seorang tentara.

Memiliki darah keturunan Batak, Brigjen TNI H. Kristomei Sianturi bukan dilahirkan dari keluarga militer. Sang ayah berprofesi sebagai pedagang sementara sang ibu adalah seorang guru SMA di Kotabumi, Lampung Utara.

Sejak di bangku sekolah, dirinya mengaku tidak pernah bercita-cita ingin menjadi seorang tentara atau militer. Bahkan kedua orangtuanya pun lebih mengarahkan agar sang anak menempuh karir di bidang akademik.

“Tidak ada terbersit pun cita-cita saya jadi seorang tentara atau polisi pada saat itu,” ujarnya mengawali kisah masa sekolahnya saat ditemui di kantornya, Kamis (27/6/2024) sore.

Siapa yang tahu, jalan hidup dan takdir seseorang sudah ditentukan oleh garis tangan dari sang maha pencipta.

Jalan hidup seorang Kristomei muda menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) bermula saat dirinya menempuh pendidikan di SMA Taruna Nusantara.

Awalnya, Tahun 1991 ketika ia baru lulus dari bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), ada pengumuman pendaftaran SMA Taruna Nusantara. Dirinya mencoba mengikuti tes dan ternyata lolos atau masuk melalui jalur beasiswa.

Pada saat itu, ia adalah salah satu dari tujuh orang asal Provinsi Lampung yang lulus dan diterima di SMA Taruna Nusantara di Magelang.

Meski diterima dan lolos masuk menempuh pendidikan di SMA Taruna Nusantara, Kristomei muda saat itu masih belum tertarik untuk menjadi seorang militer.

Hal itu terungkap saat dirinya menjalani tes di pusat yang sebelumnya sudah menjalani tes di daerah. Pada saat sesi wawancara, ia mengaku masih tidak tertarik menjadi seorang tentara.

“Ada satu pertanyaan yang menarik pada saat itu saya ditanya oleh jenderal bintang dua angkatan laut. Adik ini setelah nanti lulus dari SMA Taruna Nusantara mau melanjutkan kemana?,” ujarnya menirukan pertanyaan pewawancara.

“Saya jawab. Saya pengen kuliah, saya pengen ambil (jurusan) teknik,” kenangnya. “Waktu itu saya bilangnya ingin (kuliah) ke ITB,” sambungnya.

Mendengar jawaban seperti itu, lanjut Brigjen TNI Kristomei, sang pewawancara bilang, “kenapa tidak masuk akabri?”. “Saya tidak suka ABRI,” jawabnya lagi.

Dirinya ingat saat menjawab itu ketika usianya masih 15 tahun. Jawaban itu keluar begitu saja, ucapnya mengakui.

Namun setelah menjawab seperti itu, dirinya baru berpikir tidak akan bisa masuk atau diterima di SMA Taruna Nusantara. Namun takdir berkata lain, ternyata dirinya lulus dan masuk.

Singkatnya, setelah menempuh pendidikan di SMA Taruna Nusantara, pada saat kelas satu dirinya mengaku masih tetap pada pendirian akan melanjutkan ke pendidikan akademik atau kuliah. Memasuki kelas dua, ia mengaku mulai goyah.

Pendiriannya mulai goyah karena saat menjadi siswa di SMA Taruna, dirinya sering menjalani studi wisata ke satuan atau markas-markas pertahanan militer di Indonesia.

“Kami pada saat SMA di Taruna dibawa tuh ada studi wisata ke Akmil, dikenalkan. Kemudian studi wisata ke AAU di Yogyakarta, kemudian kami diajak berlayar dari Semarang menuju Surabaya ke AAL. Jadi akhirnya mempunyai gambaran,” kisahnya.

“Koq agak menarik juga. Apalagi teman-teman satu kelas hampir 50 persen ingin masuk Akabri pada saat itu.” tambahnya.

Meskipun dirinya mulai tertarik masuk dan melanjutkan ke pendidikan dinas kemiliteran atau Akmil, namun kedua orangtua nya masih menginginkan agar Kristomei muda melanjutkan pendidikan akademik dan tidak menyetujui jika anaknya meneruskan ke Akabri pada saat itu.

Bahkan, kata Brigjen TNI Kristomei, dirinya ditegur sang ayah saat dirinya cuti sekolah mengenakan seragam yang bertuliskan Akabri.

“Itu saya dimarah sama bapak saya. Itu kami ngapain pakai baju Akabri, lepas,” ujarnya menirukan kata-kata sang ayah.

Namun, lanjut Kadispenad, pada saat itu dirinya coba memahami dan mengerti apa yang dikhawatirkan sang ayah, karena ia adalah laki-laki satu-satunya di keluarga Batak yang membawa marga.

“Karena kakak saya perempuan dan adik saya juga perempuan. Artinya yang pegang marga itu saya. Itulah mengapa bapak saya belum setuju saya masuk tentara,” ungkapnya.

Singkat cerita, ketika memasuki kenaikan kelas tiga SMA, dirinya membawa formulir pendaftaran dan memberanikan diri menyodorkan formulir tersebut ke sang ayah untuk meminta tanda tangan, namun ternyata ditandatangani. Saat itu ia berargumen dan alasan kepada sang ayah hanya untuk coba-coba saja.

“Nah puncaknya pada saat kelas tiga, di SMA Taruna mulai ada pemusatan. Mana yang mau melanjutkan ke sipil mana yang mau Akabri,” tuturnya.

“Mulai dipisah tuh, pelatihan-pelatihannya. Pagi hari senamnya sudah berbeda, yang lain senam biasa kami ada lari, ada renang pagi nya, sudah mulai diarahkan,” terangnya.

Memasuki masa kelulusan di SMA Taruna Nusantara, melanjutkan pendidikan di Akmil dijadikan sebagai cadangan apabila ia tidak diterima masuk ke perguruan tinggi pilihannya.

“Jadi saya ikut empat (tes). UMPTN ambil (jurusan) teknik. Saya ambil teknik mesin di UNDIP (Universitas Diponegoro). Yang kedua saya ambil Akabri, ketiga saya ikut tes STT Telkom mengambil teknik manajemen indsutri dan yang terakhir saya ikut STAN ambil perpajakan,” jelasnya.

“Yang pertama pengumuman STT Telkom, saya masuk. Tapi karena saat itu tidak ada beasiswa, saya menunggu pengumuman yang UMPTN UNDIP,” imbuhnya.

“Nah UMPTN ini pengumumannya bersamaan dengan pengumuman akmil pada saat itu, tanggal 31 Juli 1994,” ingatnya.

Namun pada saat tiba waktunya pengumuman, ia sudah sebulan berada di pemusatan latihan di Akmil dan mengaku tidak memiliki akses untuk melihat daftar calon mahasiswa yang diterima dan diumumkan dalam surat kabar harian nasional.

“Pada saat tanggal 31 Juli saya sudah di dalam, saya tidak punya akses untuk membeli koran. Pantukhir masuk Akabri digelar jam tujuh pagi, kami semua ditanya siapa yang mau mengundurkan diri,” ungkapnya.

“Kita semuanya masih ragu-ragu karena belum dapat tempat. Akan berbeda pada saat itu apabila kita dapat koran duluan. Mungkin saya dan beberapa teman saya mengundurkan diri,” sambungnya.

Dalam kondisi tersebut, dirinya akhirnya memberanikan diri dan memutuskan untuk maju dan melanjutkan ke pendidikan di Akmil.

Namun, sekitar pukul delapan pagi ketika melihat pengumuman yang dimuat dalam surat kabar nasional, namanya masuk dalam daftar calon mahasiswa teknik mesin di UNDIP.

Tapi karena dirinya sudah memutuskan melanjutkan jenjang pendidikan di akademi militer, dirinya mulai menyadari dan menerima mungkin inilah jalan hidupnya.

“Kalau memang jalan hidup saya harus di sini, saya akan melakukan dengan baik,” ucapnya meyakinkan diri.

Bulan Agustus 1994, dirinya mulai menjalani pendidikan dan pelatihan di Akmil. Walaupun telah memantapkan diri memilih jalan hidup di bidang kemiliteran, di masa awal pendidikan rupanya ia sempat merasa menyesal atas keputusannya.

“Di awal-awal sempat menyesal. Jujur, di awal-awal saya sempat menyesal,” ucapnya.

“Koq kayak gini ya ternyata. Lima langkah harus lari, mau makan harus lari, dihukum, gak ada enaknya,” kenangnya.

Di saat yang sama, dia membayangkan orang di luar sana bisa menjalani pendidikan dengan nyaman, yang berkuliah. Sementara dirinya sejak SMA menjalani pendidikan tinggal di asrama, ketika masuk Akabri seakan kembali mengulang keseharian yang sama, bahkan lebih keras dari masa SMA dulu.

Hingga akhirnya, ia menemukan momentum diri untuk tetap semangat menjalani dan menyelesaikan masa pendidikan di Akmil.

Momentum ia dapatkan saat mengikuti sebuah event yang akhirnya berbuah hikmah dan membuat dirinya berjanji akan menjalani dan menjalani pendidikan dengan semaksimal mungkin

“Ada event latihan malam hari, senjata saya hampir hilang. Saya berpikir saya bisa dikeluarkan. Pada saat latihan malam saya terjatuh dan lepas senjata saya entah kemana,” tuturnya.

Atas bantuan warga, senjata yang sempat hilang tersebut akhirnya bisa ditemukan. “Tapi saya jadi peserta terakhir yang masuk ke barak. Dan dihukum karena menjadi peserta terakhir,” ujarnya.

“Tapi setelah itu saya berjanji, kalau memang jalan hidup saya seperti ini saya akan lakukan semaksimal mungkin,” tekadnya saat itu.

Belum selesai sampai di sini, keputusan mengambil jalan menjadi seorang prajurit TNI kembali mendapat tentangan dari kedua orangtua.

Hingga pada saat usai menyelesaikan pendidikan dasar integrasi kemitraan Caprabhatar Akademi TNI selama tiga bulan, orangtua masing-masing Taruna dan Taruni diundang untuk menyaksikan wisuda sebagai Prajurit Taruna (Pratar).

“Ketika bertemu, ibu saya nangis-nangis itu,” ujarnya. “Kenapa kamu masuk sekolah ini lah. Mama masih mampu menyekolahkan kamu,” ucapnya menirukan kata sang ibu.

“Mungkin karena melihat saya pada saat itu ada luka, kurus, jelek gitu kan,” ceplosnya.

Meskipun sempat menangisi kondisinya saat menjalani pendidikan dan penggemblengan di akademi militer, lambat laun kedua orangtuanya menerima dan memberi dukungan pada Kristomei muda atas pilihan hidupnya.

“Dari itulah saya hormat dan salut pada orangtua saya, beliau menyerahkan kepada saya dan gak pernah memaksakan kamu harus menjadi apa karena kamu yang akan menjalani,” ucap Brigjen TNI Kristomei mengingat nasihat kedua orangtuanya.

“Dan sekarang saya terapkan ke anak-anak saya. Kamu mau jadi apa terserah, yang menjalani kamu. Papa dan mama hanya bisa mengarahkan,” ungkapnya.

Dari cerita pilihan jalan hidup yang disampaikan Kadispenad Brigjen TNI H. Kristomei Sianturi ini, semoga dapat memberikan inspirasi kaum muda. Bahwa, dalam mengejar cita dibutuhkan keputusan, komitmen dan tekad dalam situasi apapun.

Bagi para anak muda yang saat ini tengah menempuh pendidikan dan mengejar cita. Brigjen TNI Kristomei mengingatkan, jika tantangan ke depan akan semakin kompleks.

Menurutnya, ada tiga kunci utama yang perlu diterapkan untuk menghadapi tantangan, yakni harus cepat beradaptasi dengan lingkungan, pemetaan dalam membaca situasi serta menyiapkan diri dengan cara meningkatkan kemampuan.

Selanjutnya, ada satu hal yang tidak boleh disia-siakan dalam menjalani proses setiap fase baik dalam pekerjaan maupun kehidupan, yakni jangan sia-siakan kesempatan.

“Tantangan kedepan akan semakin kompleks, kita harus cepat beradaptasi dengan lingkungan. Kita maping, menyiapkan diri untuk bisa masuk ke dalam situasi apapun,” pesan Kadispenad.

“Dan jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan. Sekali dikasih kesempatan, semaksimal mungkin ambil dan harus berhasil,” tekadnya.

Dan itu pernah ia alami pada tahun 2002 lalu,ia mendapatkan tawaran kesempatan mengikuti tes kemiliteran di Amerika Serikat. Pada saat itu ia berpikir kesempatan ini hanya datang satu kali.

Setelah memutuskan untuk mengambil tawaran tersebut, akhirnya usai menjalani tes, bukan hanya sekedar bisa menyelesaikan tapi mampu mendapatkan nilai yang paling tinggi.

Selama bertugas sebagai prajurit TNI, pria pengagum sosok pahlawan Jenderal Soedirman ini telah menorehkan prestasi, sederet penghargaan dan memiliki segudang riwayat jabatan tugas.

Berikut ini riwayat singkat pendidikan dan jabatan yang ditempuh Brigjen TNI H. Kristomei Sianturi selama bertugas sebagai prajurit TNI:

Pendidikan Umum
SMA Taruna Nusantara (1991–1994)
S2 Manajemen Pertahanan Unhan (2012)

Pendidikan Militer
Akmil (1994–1997)
Sesarcab Infanteri
Diklapa I
Diklapa II
Seskoad (2012)
Sesko TNI (2019)
Dikbangspes

Suspa Intel LN (Military Intelligence Basic Officer Leader Course/MIBOLC) di Amerika Serikat (2003)
Suspa Intelstrat (2004)
Sus Danyon

Riwayat Jabatan
Wadanyonif Linud 328/Dirgahayu
Pamen Kostrad (Dik Seskoad)
Pabandya Lat Ops Kostrad
Danyonif Linud 305/Tengkorak (2013—2014)
Dandim 0424/Tanggamus (2014—2016)
Waasops Kasdivif 2/Kostrad (2016—2017)
Sespri Wakasad (2017)
Kapendam Jaya (2017—2019)
Pasis Sesko TNI
Asops Kasdam I/Bukit Barisan (2020—2022)
Danrindam Iskandar Muda (2022)[4]
Paban IV/Opsdagri Sops TNI (2022—2023)
Kadispenad (2023-Sekarang).(Yyn/Bmb)

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *